March 26, 2025

Mata itu Indah : Narasi Kecil tentang Hidup

“Mata itu Indah : Narasi Kecil tentang Hidup” adalah sebuah biografi inspiratif yang mengisahkan perjalanan hidup dan perjuangan Indah Putri Indriani, yang pernah menjabat sebagai Bupati Luwu Utara. Buku ini, yang ditulis oleh Rizal Muthahhari, menyajikan kisah hidup seorang wanita yang penuh dedikasi, ketekunan, dan semangat perubahan, serta bagaimana ia menjalani dan mengatasi tantangan-tantangan besar dalam kehidupan pribadi dan karier politiknya. Melalui narasi yang mengalir dan penuh emosi, buku ini tidak hanya sekadar menceritakan perjalanan seorang pemimpin, tetapi juga menggali sisi manusiawi dan kisah-kisah kehidupan sehari-hari yang penuh makna.

Indah Putri Indriani, yang dikenal sebagai sosok pemimpin yang gigih dan visioner, lahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga yang menanamkan nilai-nilai pendidikan dan kerja keras. Buku ini mengungkapkan latar belakang keluarganya yang sederhana, serta bagaimana pengalaman masa kecilnya membentuk karakter dan tekad kuatnya dalam mengejar cita-cita. Kehidupan pribadi Indah, dengan segala lika-liku, menjadi bagian penting dari cerita ini, memberikan gambaran yang lebih dalam mengenai tantangan yang dihadapi seorang perempuan dalam meraih posisi tinggi dalam dunia politik dan pemerintahan yang didominasi oleh pria.

Salah satu tema utama yang dibahas dalam buku ini adalah bagaimana Indah memandang dunia melalui "mata" yang penuh empati, keberanian, dan harapan. Metafora "Mata itu Indah" merujuk pada pandangannya yang tajam terhadap kebutuhan masyarakat, serta visinya untuk membawa perubahan yang positif di daerahnya. Dalam buku ini, pembaca akan menemukan kisah tentang bagaimana Indah Putri Indriani menghadapi berbagai kesulitan, mulai dari tantangan politik hingga permasalahan sosial yang harus diatasi di Luwu Utara. Buku ini menggambarkan upayanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program-program pembangunan yang berfokus pada pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, serta bagaimana ia memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak-anak di wilayah tersebut.

Tidak hanya tentang perjalanan karier politiknya, buku ini juga menyentuh sisi pribadi Indah sebagai seorang ibu, istri, dan anggota masyarakat. Muthahhari dengan cermat menggali konflik batin dan kekuatan mental yang dimiliki Indah untuk menjaga keseimbangan antara tanggung jawab publik dan kehidupan keluarga. Pembaca diajak untuk mengenal lebih jauh tentang keseharian seorang pemimpin yang tidak hanya sibuk dengan urusan negara, tetapi juga memiliki peran yang besar dalam mendidik anak-anaknya dan mendukung keluarga dalam perjalanan hidupnya.

Buku ini juga menyoroti berbagai tantangan besar yang dihadapi oleh Indah dalam memimpin Luwu Utara, termasuk tantangan infrastruktur, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan. Dengan gaya kepemimpinan yang inklusif dan transparan, Indah berusaha untuk membangun pemerintahan yang lebih baik dan mendekatkan diri dengan rakyatnya. Muthahhari dengan cerdas memaparkan kisah-kisah inspiratif yang menunjukkan bahwa meskipun berasal dari latar belakang yang sederhana, Indah mampu membuktikan diri sebagai pemimpin yang kuat, berdedikasi, dan penuh visi untuk kemajuan daerahnya.

Melalui narasi yang mendalam dan penuh kehangatan, Mata itu Indah: Narasi Kecil tentang Hidup bukan hanya sebuah biografi, tetapi juga sebuah perjalanan emosional yang menginspirasi setiap pembaca untuk melihat dunia dengan cara yang lebih baik, menghargai setiap perjuangan kecil dalam hidup, dan memandang kehidupan dengan mata hati yang penuh kasih sayang dan pengertian. Buku ini menunjukkan bahwa kesuksesan dalam kehidupan bukan hanya ditentukan oleh posisi atau jabatan, tetapi oleh bagaimana kita menjalani hidup dengan integritas, keberanian, dan cinta terhadap sesama.

Secara keseluruhan, buku ini adalah sebuah karya yang menggugah, mengajarkan tentang pentingnya pengorbanan, kerja keras, dan keberanian dalam menghadapi setiap tantangan. Mata itu Indah memberikan inspirasi bagi siapa saja yang ingin memperjuangkan perubahan positif, baik dalam skala pribadi maupun sosial, dan menjadi saksi dari perjalanan seorang wanita yang tidak hanya berhasil memimpin, tetapi juga membawa cahaya harapan bagi banyak orang di sekitarnya.


Judul Buku: Mata itu Indah: Narasi Kecil tentang Hidup
Penulis: Rizal Muthahhari
Penerbit: Akalanka Publisher
Tahun Terbit: 2019
Kota Terbit : Palopo 
ISBN: 978-623-92021-0-1

March 24, 2025

OPU DAENG RISAJU

Opu Daeng Risaju adalah sebuah novel karya Idwar Anwar yang mengangkat kisah kehidupan seorang tokoh legendaris dari Sulawesi Selatan, Opu Daeng Risaju. Novel ini tidak hanya berfokus pada kisah pribadi tokoh utamanya, tetapi juga menggali secara mendalam tentang nilai-nilai sosial, budaya, dan tradisi masyarakat Bugis pada masa itu. Dengan memadukan unsur sejarah dan fiksi, Idwar Anwar berhasil membawa pembaca ke dalam dunia masyarakat Bugis yang kaya dengan adat, perjuangan, dan karakter kuat dari tokoh-tokoh sejarahnya.

Buku ini menceritakan perjalanan hidup Opu Daeng Risaju, seorang tokoh penting yang berperan dalam menghadapi tantangan zaman, baik dalam aspek politik, sosial, maupun budaya. Kisah hidup Opu Daeng Risaju mencerminkan karakter keberanian, kebijaksanaan, dan kepedulian terhadap masyarakat serta tradisi. Tokoh ini, meskipun hidup dalam tekanan dan pergolakan sejarah, tetap mempertahankan nilai-nilai leluhur yang penting bagi kelangsungan kehidupan sosial masyarakat Bugis.

Melalui narasi yang kaya akan deskripsi budaya, novel ini menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Bugis dengan segala kompleksitasnya, mulai dari adat istiadat, sistem sosial, hingga hubungan antar individu dalam sebuah komunitas. Anwar juga menyajikan konflik-konflik internal yang dihadapi oleh tokoh utama yang terlibat dalam upaya mempertahankan tradisi dan identitas budaya yang terus terancam oleh pengaruh luar dan perubahan zaman.

Selain itu, Opu Daeng Risaju juga mencerminkan pergulatan antara nilai-nilai tradisional dan modernitas, yang menjadi tema sentral dalam banyak karya sastra Indonesia pada masa itu. Dengan demikian, buku ini tidak hanya menawarkan kisah inspiratif tentang perjuangan individu, tetapi juga membuka cakrawala pemahaman tentang pentingnya menjaga dan merawat kebudayaan yang ada di tengah tantangan zaman yang terus berkembang.

Novel ini menjadi salah satu karya penting dalam sastra Indonesia, khususnya yang mengangkat tema tentang identitas budaya, sejarah daerah, dan perjuangan melawan perubahan zaman. Idwar Anwar berhasil merangkai kisah yang tidak hanya menggugah emosi, tetapi juga memberikan wawasan baru tentang kekayaan budaya Indonesia, terutama budaya Bugis yang memiliki peran penting dalam sejarah bangsa.

OPU DAENG RISAJU

Pengarang: Idwar Anwar

Penerbit: Balai Pustaka

Tahun Terbit: 1978

Kota Terbit : Makassar

ISBN: 978-979-407-022-2

Makassar Abad XIX: Studi tentang Kebijakan Perdagangan Maritim


Perdagangan Makassar pada abad ke-19 secara tidak langsung dipengaruhi oleh Inggris yang menganut prinsip perdagangan bebas. Prinsip ini, yang telah diterapkan dalam perdagangan maritim di Asia Tenggara sebelum kedatangan orang Eropa, membuat pelaut dan pedagang di wilayah Sulawesi Selatan (Makassar, Bugis, Mandar, Selayar, dan Buton) bergairah menjalin hubungan dagang dengan Inggris. Sebaliknya, Pemerintah Hindia Belanda memandang Inggris sebagai ancaman, namun tidak berdaya membendung pengaruh negara itu. Inggris memiliki industri yang lebih maju, armada dagang yang baik, dan menguasai sejumlah komoditas penting dalam perdagangan maritim di Asia Tenggara dan Asia Timur, seperti candu dan tekstil dari India.

Akibat perang dengan Inggris dan pendudukan Prancis, keadaan ekonomi Negeri Belanda amat menyedihkan. Keadaan ini menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda belum berhasil menguasai sepenuhnya Kepulauan Hindia Belanda; sebagian besar masih berstatus "kerajaan sekutu". Pemerintah Hindia Belanda pun dipaksa menerima desakan Inggris, yang tertuang dalam Traktat london, untuk menerapkan perdagangan bebas serta melepaskan koloninya di Semenanjung Malayu (Malaka) dan mengakui kekuasaan Inggris di wilayah Melayu. Sebagai imbangannya, Inggris bersedia melepaskan Hindia Belanda dan mengakui kekuasaan Belanda atas kepulauan tersebut.

Sesuai perjanjian, Pemerintah Hindia Belanda membuka sejumlah pelabuhannya di Hindia Belanda bagi bangsa asing, tetapi tetap diikuti dengan sejumlah aturan yang menyimpang dari semangat perdagangan bebas. Pemerintah tetap memungut pajak perdagangan yang tinggi, melarang perdagangan peralatan perang, memonopoli perdagangan rempah-rempah, candu, dan minuman keras, menetapkan bahwa semua kapal asing harus tunduk pada peraturan di bandar yang berada di bawah pengawasan pemerintah, serta menutup sejumlah pelabuhan bagi pelayaran niaga asing, seperti Ternate, Ambon, dan Banda. "Politik pintu terbuka" ini mengakibatkan Pemerintah Hindia Belanda gagal memikat pedagang asing untuk berniaga di kota- kota pelabuhannya. Pedagang dan pelaut dari wilayah jajahan pun, khususnya dari "kerajaan sekutu", lebih suka berniaga ke pelabuhan- pelabuhan Inggris di wilayah Melayu.

Buku Makassar Abad XIX: Studi tentang Kebijakan Perdagangan Maritim merupakan salah satu koleksi iPusnas yang memuat tujuh faktor yang menyebabkan "politik pintu terbuka" gagal. Pertama, pajak perdagangan sangat tinggi. Kedua, perdagangan senjata dilarang, padahal banyak kerajaan lokal yang membutuhkan senjata untuk mempertahankan diri; pedagang dan pelaut juga membutuhkan untuk melindungi diri dari bajak laut. Ketiga, adanya monopoli atas sejumlah komoditas yang banyak diminta oleh penduduk, seperti candu dan minuman keras. Keempat, diterapkannya alat pembayaran berupa matauang tembaga dan kertas. Kelima, pemerintah terlalu memusatkan diri pada komo- ditas yang laku di Eropa dan tidak memperhatikan matadagangan penduduk yang laris di Cina, seperti teripang, agar-agar, kerang, sisik penyu, sarang burung, sirip ikan hiu, dan kayu cendana. Keenam, kemerosotan perdagangan, pada gilirannya, memudarkan semangat untuk mengembangkan modal di Makassar. Ketujuh, monopoli yang berlebihan atas komoditas produksi penduduk.

Kondisi perdagangan semakin runyam ketika penyeludupan dan ancaman bajak laut merajalela. Penyeludupan meningkat karena jalinan niaga antara Makassar dan Singapura semakin kuat. Berdasarkan fakta ini pada 1847 Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Makassar sebagai kota pelabuhan bebas bersyarat untuk menandingi Singapura. Dikatakan bersyarat karena pemerintah masih memungut pajak perdagangan yang tinggi, melarang perdagangan komoditas tertentu, menetapkan aturan pelayaran yang ketat, serta tidak menegakkan persaingan bebas dalam perdagangan. Semua ini berbeda dengan yang dijalankan Inggris di Singapura.

Pada era "pelabuhan bebas" itu pemerintah baru serius terlibat perdagangan tahun 1850, setelah setahun sebelumnya, 1849, diadakan studi oleh Van Diemen. Sebagai langkah awal, pemerintah memberi izin kepada kapal Belanda untuk mengimpor langsung komoditas dari Belanda ke Makassar pada 1850 dan bekerjasama dengan maskapai pelayaran Cores de Vries untuk melayani angkutan di jalur yang disubsidi. Pada era "pelabuhan bebas" ini pula, sebaliknya, pengusaha Inggris dan Cina di Singapura semakin bergiat dalam perdagangan Makassar. Bahkan pedagang Inggris membantu meningkatkan pelayaran niaga Makassar-Cina. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan Singapura tidak dapat dilepaskan dari peran pelaut dan pedagang dari Sulawesi Selatan, terutama dalam perdagangan produk Cina-produk laut.

Secara umum bisa dikatakan bahwa perdagangan Makassar pada era "pelabuhan bebas" maju pesat dibandingkan era sebelumnya; puncaknya berlangsung pada 1873. Dalam konteks ini perdagangan Makassar dapat dibagi dalam tiga periode: periode pertumbuhan yang pesat (1847-1873), periode keguncangan (1874-1891), dan periode kepincangan (1892-1906).

Perdagangan pada periode pertumbuhan yang pesat terutama dikuasai oleh pedagang dan pelaut Inggris dan Cina di Singapura, Bumiputra, dan para pedagang di Makassar (Inggris, Belanda, Cina, dan Timur Asing lainnya). Pedagang Inggris dan Cina yang berpusat di Singapura menjelajahi seluruh pelosok daerah produksi, wilayah yang sebelumnya berada dalam genggaman pedagang dan pelaut Sulawesi Selatan. Daerah yang dikunjungi pedagang Bumiputra juga dijelajahi oleh kapal berbendera Inggris. Dalam hal ini pemerintah pusat di Batavia, NHM, serta pedagang dan pengusaha di Jawa belum menaruh perhatian.

Kendati dari segi teknologi perkapalan pedagang dan pelaut Bumiputra kalah bersaing, tetapi mereka tetap memegang peran penting. Ten Noord, orang yang melakukan kajian terhadap Kepulauan Hindia Belanda bagian timur, melaporkan bahwa pedagang Cina, Arab, Bugis, dan Makassar bergiat mengelola komoditas di daerah produksi sebagai perwakilan perusahaan Inggris dan Cina di Singapura. Komoditas ini dikirim langsung ke Singapura maupun melalui Makassar. Mereka juga menjadi perintis terbukanya pulau-pulau kecil bagi dunia luar, terutama yang belum terjangkau oleh kapalapi. Salah satu dampak dari kerjasama ini adalah alih teknologi pembuatan kapal. Perahu pinisi, yang hingga kini dianggap sebagai lambang kejayaan Sulawesi Selatan di laut, dicontoh dari bangsa Eropa.

Perdagangan merosot ketika pemerintah berencana membatalkan kebijakan pelabuhan bebas pada 1873 dengan alasan perdagangan bebas di Makassar lebih menguntungkan Singapura. Rencana ini berhasil ditentang oleh pemerintah setempat serta kalangan pengusaha sehingga Batavia menunda rencana tersebut. Untuk membendung pedagang Inggris dan Cina di Singapura Batavia kemudian meningkatkan modal NHM dan menambah jalur pelayaran yang disubsidi. Tujuannya jelas, yakni untuk mempersempit ruang gerak perusahaan pelayaran asing.

Usaha itu ternyata sia-sia. Pedagang Bumiputra dan Cina serta Inggris di Singapura mengalihkan pelayaran mereka di luar jalur yang dikuasai oleh pemerintah. Akibatnya jalur perdagangan antara daerah produksi di Kepulauan Hindia Belanda bagian timur dan Singapura semakin meningkat, sementara pelabuhan Makassar semakin sepi.

Keadaan itulah yang menjadi faktor utama pembentukan KPM. Setelah KPM terbentuk, hubungan langsung antara Singapura dan Kepulauan Hindia Belanda bagian timur pubn turun drastis. Pemerintah Hindia Belanda berhasi menyisihkan pesaingan, perusahaan pelayaran Inggris dan Cina yang berpangkalan di Singapura, karena jalur pelayaran tetap yang disubsidi semakin diperluas. Bahkan, dalam perkembangannya, KPM juga diberi hak untuk beroperasi di luar jalur tetap. Pada periode KPM inilah kegiatan impor-ekspor Makassar dan Nusa Tenggara dipindahkan ke Surabaya. Kebijakan ini merupakan cerminan dari kalahnya kelompok asing dan Bumiputra yang pernah berjaya di Makassar pada periode 1847-1873. Jalan bagi pemerintah untuk membatalkan status pelabuhan bebas bagi Makassar pun semakin lapang.

Pemerintah Hindia Belanda sadar bahwa pedagang dan pelaut Bumiputra berpotensi menggagalkan status pelabuhan wajib pajak Makassar. Oleh karena itu pemerintah mencoba mengatasi ancaman tersebut dengan melakukan diplomasi dengan kerajaan-kerajaan sekutu, tetapi gagal. Pemerintah akhirnya mengirim ekspedisi militer untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan berdaulat agar rencana penetapan Makassar sebagai pelabuhan wajib pajak pada 1906 berjalan lancar.

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: pertama, Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah membiarkan pedagang dan pengusaha asing serta berbagai pihak yang bekerjasama dengan pesaing meraih keuntungan di wilayah kekuasaannya. Kedua, pelaksanaan "politik pintu terbuka" dan kemudian "pelabuhan bebas" masih jauh dari prinsip ekonomi liberal. Ketiga, kebijakan "pelabuhan bebas" tidak digerakkan oleh tujuan untuk menjadikan Makassar sebagai pesaing Singapura, melainkan sebagai upaya untuk menyelamatkan kepentingan politik Belanda di Hindia Belanda. Keempat, kebijakan pelabuhan bebas yang berhasil memancing pedagang asing untuk datang ke Hindia Belanda dipandang sebagai kerugian bagi Belanda.

Bila dilihat secara lebih spesifik, kebijakan "perdagangan bebas" Makassar dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda karena: Pertama, peran penting pedagang dan pelaut di Sulawesi Selatan dalam perdagangan di wilayah koloni. Kedua, dominasi Inggris atas sejumlah komoditas penting yang diperlukan oleh penduduk di wilayah Kepulauan Hindia Belanda. Ketiga, sukses Inggris dalam menjalin hubungan niaga dengan pedagang dan pelaut dari Sulawesi Selatan. Dalam konteks ini Pemerintah Hindia Belanda menempuh beragam cara untuk memperkuat ekonomi dan politiknya, seperti: pertama, memperbanyak pemilikan kapal-terutama kapalapi-melalui kontrak kerjasama dengan perusahaan pelayaran. Kedua, memberi hak istimewa kepada perusahaan tertentu. Ketiga, melancarkan ekspedisi militer untuk menaklukkan kerajaan sekutu di Sulawesi Selatan. Jelaslah bahwa Pemerintah Hindia Belanda menata perdagangan Makassar lebih berdasarkan pada prinsip-prinsip merkantilisme ke- timbang ekonomi liberal.


Makassar Abad XIX: Studi tentang Kebijakan Perdagangan Maritim
Penulis: Edward L.Poelinggomang
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit: 2006
Tempat terbit: Jakarta
E-ISBN: 978-602-424-165-0

PEMBAKUAN BAHASA INDONESIA

 Oleh : Putri




Buku "Pembakuan Bahasa Indonesia" karya Abdul Chaer, yang diterbitkan pada tahun 1993 oleh Rineka Cipta di Jakarta, membahas tentang proses pembakuan bahasa Indonesia. Pembakuan bahasa adalah proses standarisasi bahasa untuk memastikan keseragaman dalam penggunaan, penulisan, dan istilah. Buku ini mencakup aspek-aspek penting seperti sejarah pembakuan, prinsip-prinsip pembentukan istilah, serta peran lembaga-lembaga seperti Pusat Bahasa dalam mengembangkan dan mempertahankan bahasa Indonesia.

Dalam buku yang berjudul pembakuan bahasa indonesia ini terkumpul delapan belas artikel, yang sebenarnya di tulis dalam kurun waktu yamg tidak bersamaan dan dengan topik yang berbeda; tetapi, mempunyi kesamaan ide, yaitu mengenai hubungan kita, sikap kita, dan keterampilan kita terhadap bahasa itu. Anda tentu bertanya. siapakah yang di maksud dengan kita di sini?. Kita, bisa mencakup siapa saja. Bisa juga hanya sekelompok kita yang memiliki jabatan, tugas, atau profesi yang sama.

Dari artikel-atrikel tersebut tampaknya hingga dewasa ini hubungan kita dengan bahasa tersebut kurang akrab, sikap kita kurang positif, dan keterampilan kita menggunakannya belum memadai. muda-mudahan saja keadaan itu hanya bersifat kasus yang hanya melibatkan sebagian kecil dari kita. Bukan gejala umum yang melibatkan seluruh bangsa indonesia, seperti yang dikemukakan Moeliono (1988c) dan dirisaukan Koenjaraningrat (1992c). Klau kewadaan itu merupakan gejala umum, maka rasanya usaha pembakuan bahasa indonesia masih akan banyak mendapat hambatan. Oleh karena itu, kiranya usaha pembakuan itu harus disertai juga dengan usaha untuk menumbuhan sikap [positif terhadap bahasa itu.

Buku ini juga membahas tentang pentingnya pembakuan dalam memperkuat identitas nasional dan memfasilitasi komunikasi yang efektif di berbagai tingkat masyarakat. Selain itu, buku ini memberikan wawasan tentang bagaimana bahasa Indonesia berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan sosial dan budaya masyarakat Indonesia.

Buku "Pembakuan Bahasa Indonesia" oleh Abdul Chaer merupakan sumber yang berharga bagi mereka yang ingin memahami proses pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia secara sistematis dan ilmiah.

Abdul Chaer, seorang ahli bahasa Indonesia, menjelaskan konsep bahasa Indonesia baku dengan menekankan pentingnya penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah dan pedoman yang telah ditetapkan. Bahasa baku adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan, seperti yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Konsep ini menekankan penggunaan kata-kata yang benar dan sesuai dengan ejaan yang baku, sehingga komunikasi menjadi lebih efektif dan konsisten di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam karyanya, Abdul Chaer mungkin juga menekankan prinsip-prinsip seperti bahasa yang hemat kata dan tepat makna, yang penting dalam bahasa jurnalistik dan komunikasi formal lainnya. Selain itu, dia mungkin membahas tentang pentingnya bahasa baku dalam menjaga keseragaman dan memperkuat identitas nasional melalui bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Namun, untuk detail lebih spesifik tentang bagaimana Abdul Chaer menjelaskan konsep bahasa Indonesia baku dalam buku "Pembakuan Bahasa Indonesia" tahun 1993, perlu merujuk langsung pada buku tersebut atau sumber yang relevan.

catatan pada buku :

Judul buku tersebut sengaja tidak di sebutkan, tetapi ada di daftarkan pada daftar pustaka yang terdapat pada bagian akhir buku.

Buku ini merupakan salah satu koleksi Layanan Umum, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang-Makassar. yang menjelaskan pada pembaca tentang penggunaan komunikatif grammar untuk percakapan sehari-hari.



Pasti Bisa! Communicative Grammar For Easy Conversation
Penulis: Drs. Abdul Chaer
Editor: -
Penerbit:-
Tempat Terbit: Jakarta, PT Rineka Cipta
Tahun Terbit: 1993
ISBN: 979-518-544-6




MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh : Putri



Buku Manajemen Pendidikan Karakter yang ditulis oleh Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M.Pd., diterbitkan pada tahun 2018 oleh Bumi Aksara. Buku ini memiliki edisi pertama dan merupakan cetakan keenam, dengan total 282 halaman yang dilengkapi ilustrasi. ISBN buku ini adalah 978-602-217-156-0, dan ditujukan untuk pembaca umum, terutama para pendidik dan mahasiswa di bidang pendidikan.

Mengingat sangat pentingnya karakter dalam kehidupan bangsa, dan bernegara; Deng Xiaoping, sejak tahun 1985 telah melakukan reformasi pendidikan dengan memasukkan karakter dalam kurikulum formal, mulai dari jenjang prasekola hingga pergureuan tinggi. Seorang politisi china, Li Lansing (2005) menyatakan pentingnya pendidikan karakter sekbagai berikut, "throughout the reform of educationsystem, it is imperative to bear in mind that reform is for the fundamental purpose of turning every citizen into a man or woman of character and cxultuvating more constructive member of society". Dampak dari upaya pendidikan karakter tersebut, Cina mampu bngkit dari keterpurukan akibat dari revolusi kebudayaan Mao. Pendidikan karakter ini juga di teruskan oleh presiden cina sekarang yaitu Jieng Zemin.  pendidikan karakter ini telah bverhasil membekali seluruh masyarakatnya, baik yang ada di negaranya maupun yang tinggal di negara lain di luar negeri. Bukti kongret dapat kita saksikan dalam dunia bisnis, produk-produk cina hampir menguasai pasar di seluruh dunia, dengan daya saing yang tinggi. Dimekah misalnya, oleh-oleh untuk para jemaah Haji sebagian besar adalah made in china.

Melalui buku manajemen pendidikan karakter ini, saya berharap mampu membangkitkan inspirasi, kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen para guru dan tenagfa pendidikan khususnya; umumnya bagi bangsa indonesia dalam menempuh kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehngga ke depan, dengan bekal karakter yang kuat, kita dapat menjadi bangsa yang bermartabat, terhormat, disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia.

Buku ini disajikan dengancukup sederhana, dengan maksud agar mudah dipahami dan dipraktikkan oleh para pembaca, khususnya bagi para guru, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lainnya yang peduli terhadap pendidikan karakter, buku ini dikemas dalam sembiulan bab; yang mencakup pendahuluan, kuynci sukses pendidikan karakter di sekolah, strategi pendidikan karakter, perencanaan pendidikan karakter di sekolah, panduan pembelajaran berkarakter, membangun karakter peserta didik, model pembelajaran berkarakter, sistem penilaian pendidikan karakter, dan diakhiri dengan penutup. Untuk menambvah wawasan dan pemahaman para pembaca, di akhir buku ini juga di lampirkan desain induk pembangun karakter bangsa. 

Subjek Buku

Buku ini berfokus pada pengembangan karakter peserta didik melalui berbagai pendekatan manajemen pendidikan. Beberapa topik yang dibahas dalam buku ini meliputi:

  • Panduan pembelajaran berkarakter

  • Membangun karakter peserta didik

  • Model pembelajaran berkarakter

  • Sistem penilaian pendidikan karakter

Buku ini bertujuan untuk memberikan inspirasi dan pemahaman kepada para guru, pengawas, dan kepala sekolah dalam menciptakan lingkungan sekolah yang berkarakter.

Buku ini merupakan salah satu koleksi Layanan Umum, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang-Makassar. yang menjelaskan pada pembaca tentang penggunaan komunikatif grammar untuk percakapan sehari-hari.



Pasti Bisa! Communicative Grammar For Easy Conversation
Penulis: Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M.pd
Editor: Dewi Ispurwanti
Penerbit: Bumi Aksara
Tempat Terbit: Jakarta, Bumi Aksara 2018
Tahun Terbit: 2018
ISBN: 978-602-217-156-0