May 31, 2022

OKTOBER 1997 RIBUAN UMAT ISLAM HADIRI SHOLAT ISTISQA' DI AL MARKAZ AL-ISLAMI

Headline koran Fajar tanggal 12 Oktober 1997 membahas pelaksanaan secara serentak Salat Istisqa' (salat minta hujan) yang dipusatkan di Masjid Al Markaz Al-Islami Ujungpandang pada tanggal 11 Oktober 1997 dan di hadiri sekitar 2000-an umat Islam. Salat ini dipimpin Drs H Mahmud Abbas dan diakhiri dengan pembacaan khotbah oleh KH Sanusi Baco Lc (Ketua MUI Sulsel). Salat tersebut diprakarsai pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Sulsel.

Salat yang berlangsung selama sekitar 45 menit, dilaksanakan pada pukul 09:00 dan dihadiri oleh para alim ulama. Selain itu, turut hadir Ketua DPRD Sulsel, H.M. Amin Syam, Walikota Ujung Pandang H.A. Malik B. Masry, Ketua Yayasan Islamic Centre, H.M. Jusuf Kalla, tokoh masyarakat, dosen, pengurus dan remaja masjid, pelajar, mahasiswa dan karyawan dari berbagai instansi. 

Salat Istisqa' diselenggarakan sehubungan dengan musim kemarau yang berlangsung sangat lama tahun ini. Akibatnya, banyak daerah di Indonesia, khususnya di Sulsel, kekurangan cadangan air dan sejumlah bencana yang yang menimpa bangsa kita. Antara lain kemarau yang panjang, gempa bumi, kebakaran hutan, serta ambruknya nilai rupiah sampai pada titik terendah. 


Koleksi Layanan Surat Kabar
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang-Makassar


OKTOBER 1997 WAKIL SULSEL PIMPIN RAPAT PARIPURNA I DPR RI

Headline koran Fajar tanggal 2 Oktober 1997 membahas tentang Wakil Sulsel Pimpin Rapat Paripurna I DPR RI dan Gempa susulan di Pinrang, merupakan salah satu koleksi Layanan Surat Kabar Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang-Makassar.

WAKIL SULSEL PIMPIN RAPAT PARIPURNA I DPR 

Masyarakat Sulsel, H Arsyad Pana (73) anggota DPR RI pada tanggal 1 Oktober 1997 mendapat penghargaan dengan dipercayakannya wakil daerah ini memimpin sidang paripurna DPR I di Gedung DPR/MPR, Jakarta Hadir dalam sidang ini Presiden Soeharto, Wakil Presiden Try Sutrisno, para menteri Kabinet Pembangunan V perwakilan negara sahabat selurah anggota DPR dan MPR masa bakti 1997-2002 serta undangan lainnya.

H Arsyad Pana dari PPP wakil daerah pemilihan Sulsel bersama Liliek Herawat SE, wakil Golkar dari daerah pemilihan Jawa Tengah. Keduanya memang merupakan anggota tertua dan termuda DPR. Di PPP Sulsel Arsyad adalah ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW).

GEMPA SUSULAN DI PINRANG

Gempa guncang Pinrang pada tanggal 1 Oktober 1997 dengan kekuatan 4,5 Skala Richter, sekitar pukul 10:55 Wita tidak menimbulkan korban jiwa maupun material. Namun gempa sebelumnya terjadi pada tanggal 28 September 1997 dengan kekuatan 6,0 Skala Richter menimbulkan banyak bangunan permanen yang sudah tua rubuh dan menewaskan Rezki Noviati (9) dan Parmila (3) disebabkan dinding bagian utama rumah terbelah terpisah dengan bagian lainnya pada saat gempa terjadi.



May 30, 2022

PAJOGE: Representasi Pertunjukan Istana dan Pasar Malam

Pajoge merupakan istilah dalam bahasa Bugis yang berasal dari kata dasar joge' yang berarti goyang/bergoyang. Penambahan awalan "pa" pada kata “joge” menjadi pajoge' berarti pelaku/penari Pajoge yang sekaligus menjadi nama dari sebuah tarian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Bugis Bone.

Keberadaan Pajoge dalam kerajaan Bone telah ada sebelum pemerintahan pra islam dan pasca islam di Bone, yang di tandai dengan keberadaan Pajoge pada periode Raja Bone X, We Tenri Tappu Matinro-E ri Sidenreng yang memerintah selama 9 tahun, yakni 1603-1611 M (periode akhir pra- islam di kerajaan Bone).

Menurut Muh. Siji, Pajoge yang berkembang dalam masyarakat Bugis Bone ada dua macam, yaitu Pajoge Makkunrai dan Pajoge Angkong. Pajoge' Makkunrai adalah Pajoge' yang ditarikan oleh gadis remaja atau perempuan (makkunrai), dan Pajoge' Angkong adalah Pajoge' yang ditarikan oleh calabai (waria/wadam).  Pajoge Makkunrai tumbuh dan berkembang dalam istana, dan kemudian merambah ke luar istana yang ditarikan oleh tomaradeka/tosama (perempuan dari golongan bukan hamba tapi juga bukan dari golongan bangsawan atau golongan tenri puata-teppapuata, yakni tidak diperhamba dan tidak pula memiliki hamba), dan ditarikan oleh ata (hamba sahaya) dan dipelihara oleh kaum bangsawan.

Keberadaan Pajoge Makkunrai menjadi sebuah kebanggaan bagi penarinya sekaligus sebagai cap kurang menyenangkan. Pajoge Makkunrai yang ditarikan oleh tomaradeka dan ata sangat familiar dalam masyarakat karena menjadi pertunjukan yang dapat ditonton oleh semua kalangan baik oleh bangsawan di dalam istana maupun orang kaya dan rakyat di luar istana (pasar malam). 

Sisi lain bahwa konotasi dari kata Pajoge menjadi tidak baik dalam pemaknaan masyarakat Bugis Bone, yakni perempuan yang selain menari, juga bisa dipakai/digauli oleh bangsawan maupun orang kaya sekalipun tidak dinikahi.

Di era sekarang Pajoge sebagai sebuah tarian tidaklah menjadi momok bagi masyarakat Bugis Bone. Bahkan orang tua mengizinkan anak-anak mereka untuk belajar tari Pajoge pada sanggar-sanggar tari yang ada di Bone. Selain ketidak tahuan sebahagian dari mereka tentang pemaknaan istilah Pajoge pada masa lampau, juga karena animo dan apresiasi masyarakat terhadap seni, khususnya seni tari semakin baik.

Buku PAJOGE: Representasi Pertunjukan Istana dan Pasar Malam membahas tentang pasang surutnya Pajoge dalam masyarakat Bugis selain itu juga membahas tentang pajoge makkunrai, pajoge angkong serta pajoge angkong versi Mami Fitri. Buku ini merupakan salah satu koleksi Layanan Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang-Makassar.


PAJOGE: Representasi Pertunjukan Istana dan Pasar Malam
Penulis: Nurwahidah
Penerbit: Berkah Utami
Tempat Terbit: Gowa
Tahun Terbit: 2018
ISBN: 978-602-5954-94-8






May 24, 2022

#JK75 Cerita Tentang Kalla

 



Buku : #JK75 Cerita Tentang Kalla

Penulis : Tim Wartawan Wapres 2017

Editor : Adi Sulhardi & Buyung Wijaya Kusuma

Penerbit : Kompas

Tempat : Jakarta

Tahun : 2017

Jumlah Halaman : xvi+168

Ukuran : 14 cm x 21 cm

ISBN : 978-602-412-266-9

Menjelang hari ulang tahun ke-75 Jusuf Kalla atau yang akrab dipanggil pak JK, sekelompok wartawan yang khusus bertugas di kantor Wakil Presiden yang waktu itu dijabat oleh pak JK, menerbitkan buku ini. Ada 22 orang wartawan muda yang terkadang memanggil pak JK dengan panggilan “Opa” yang bertugas di kantor Wakil Presiden waktu itu. Keduapuluh-dua orang inilah yang menuliskan dan mengumpulkan pengalaman mereka selama berinteraksi dengan pak JK selama masa jabatan beliau sebagai Wakil Presiden pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Buku ini sangat menarik dibaca, karena berisi pengalaman pengalaman pribadi para wartawan dalam meliput semua kegiatan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ada pengalaman lucu, jenaka dan kadang mengharukan. Selain tulisan ringan para wartawan, juga ada kesaksian atau testimony orang dekat beliau. Ada ulasan dari Husain Abdullah, juru bicara pak JK, ada juga tulisan dari Najwa Shihab dan Rosiana Silalahi, keduanya merupakan Jurnalis Televisi.

Terdiri dari 5 bagian utama, diawali dengan sepatahkata dari penulis dan dari jurnalis televisi. Kemudian kelima bagian utama tersebut yaitu :

ü  -Masa Lalu Seorang JK

ü  -JK Bersama Keluarganya

ü  -JK dan Gaya Hidupnya

ü  -Kala JK di Pemerintahan

ü  -Dari JK untuk Indonesia dan Dunia

Dari setiap bagian inilah ada tulisan para wartawan Istana Wakil Presiden. Ada kisah tentang pak JK ketika masih muda kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin pada tahun 1960an dan menjadi asisten dosen dari pak Ambar, sementara itu pak Ambar, adalah asisten dosen dari pak Muhammad Hatta (Bung Hatta) yang waktu itu sudah tidak lagi menjabat sebagai Wakil Presiden.

Peran pak JK dalam mengatasi berbagai konflik ditanah air dan dunia juga ada dikisahkan dalam buku ini. Mulai dari konflik Ambon, Poso, dan persoalan  Aceh dengn GAM-nya. Pengalaman menjadi host sebuah Talk-Show di salah satu stasiun Televisi, yang berjudul “Talk Show Jalan Keluar” juga dibahas dalam buku ini. Ada juga tentang persahabatan beliau dengan mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Najib bin Tun Abdurrazak yang berdarah Makassar.

Muhammad Jusuf Kalla akan selalu jadi tokoh paling menarik untuk diwawancarai dalam situasi apa pun. Bukan saja karena jejek pengalamannya tetapi karena gayanya yang ringan dan apa adanya.” Itulah kata kata Najwa Shihab dalam buku ini.

Muhammad Jusuf Kalla, orang Bugis dan tokoh dari Sulawesi Selatan, seorang pengusaha yang menjadi Wakil Presiden dua kali dengan Presiden yang berbeda. Pernah menjadi juru runding untuk mengatasi konflik konflik, baik di negeri sendiri maupun dinegara tetangga. Sampai sekarang masih menjabat sebagai Ketua Palang Merah Indonesi (PMI) dan kegiatan sosial lainnya.

Buku ini diakhiri dengan nama dan foto para penulis (wartawan) yang menyumbangkan tulisannya di buku ini, dan juga ada indeks yang disusun secara alphabetis sesuai topik yang dibahas. Indeks ini memudahkan pembaca dalam mencari topik apa saja yang ingin dibaca dalam buku ini. Buku ini juga dilengkapi dengan foto illustrasi berwarna berbagai kegiatan pak JK selama menjabat sebagai Wakil Presiden.

 



 

PERANAN KARAENG GALESONG DALAM MEMBANTU PERJUANGAN TRUNOJOYO

Banyak yang mengira bahwa setelah Perjanjian Bungaya ditandatangani, Kerajaan Gowa mungkin sudah bertekuk lutut dan Belanda sudah menguasai Kerajaan Gowa. Dugaan serupa itu tidak tepat. “Penandatanganan Perjanjian Bungaya tidak identik dengan kekalahan raja dan rakyat Gowa secara total" (Pananrangi Hamid, 1990:147). Hal ini terbukti dengan berkobarnya kembali pertempuran antara Belanda untuk pasukan Gowa dengan pasukan mempertahankan Benteng Sombaopu.

Setelah melalui pertempuran yang sengit, barulah pada tanggal 24 Juni 1669 seluruh Benteng Sombaopu dapat direbut dan dikuasai oleh Belanda. Sebagai akibatnya, maka pada tanggal 29 Juni 1669 Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari tahta Kerajaan Gowa dan digantikan oleh puteranya yakni Sultan Amir Hamzah yang baru berusia 13 tahun.

Pembesar Kerajaan Gowa lainnya ada yang meninggalkan tanah tumpah darahnya untuk meneruskan perjuangannya di luar Sulawesi Selatan. Di antara mereka adalah Karaeng Bontomarannu dan Karaeng Galesong. Awal kerjasama Karaeng Galesong dengan Trunojoyo (Raja Madura) pada bulan Februari 1674, telah mencapai persepakatan untuk bersama-sama melawan kekuasaan Mataram dan Komponi. 

Buku PERANAN KARAENG GALESONG DALAM MEMBANTU PERJUANGAN TRUNOJOYO merupakan hasil penelitian yang mengungkapkan latar belakang kerjasama Karaeng Galesong dengan Trunojoyo karena keduanya memiliki tujuan yang sama yakni menentang kekuasaan mutlak dan penjajahan Belanda. Peranan Karaeng Galesong dalam membantu perjuangan Trunojoyo adalah sebagai pemimpin pasukan yang ikut mengatur siasat perang. Dengan gagalnya cita-cita perjuangan Trunojoyo dan Karaeng Galesong, membawa pengaruh positif bagi Belanda dan sebaliknya pengaruh negatif bagi Kerajaan Mataram, sedangkan bagi Kerajaan Gowa, pengaruh tidak langsung. 

Peran Karaeng Galesong membantu perjuangan Trunojoyo, terbukti dengan direbutnya daerah-daerah pesisir Jawa Timur dan Jawa Tengah, serta berjuang sampai akhir hayatnya. Sehingga sepatutnyalah apabila Badan Pembina Pahlawan Nasional mengangkat 1 Maninrori Karaeng Galesong sebagai Pahlawan Nasional. Buku ini merupakan salah satu koleksi Layanan Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang-Makassar.


PERANAN KARAENG GALESONG DALAM MEMBANTU PERJUANGAN TRUNOJOYO
Penulis: Hj. Hawani
Editor: Abdul Jalil Mattewakkang
Penerbit: PT. Media Pena Patorani
Tempat Terbit: Galesong
Tahun Terbit: 2019
ISBN: 978-623-92206-1-7

May 20, 2022

MENGUNGKAP KEARIFAN LINGKUNGAN SULAWESI SELATAN

Kearifan lingkungan sebagai bentuk perilaku positif masyarakat lokal dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitar, yang bersumber dari nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan petuah-petuah baik yang diwariskan secara lisan maupun bukan lisan. Secara umum, sistem pengetahuan ekologi tradisional, seperti pengelolaan sumber daya laut dan hutan, tradisi pertanian dan pengelolaan sumber daya danau. Perhatian pada sistem pengetahuan ekologi tradisional terhadap kelompok masyarakat yang berbeda ini memperlihatkan bahwa kearifan lingkungan senantiasa berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain, yang disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidup mereka berbeda-beda Dengan perkataan lain, pengalaman mereka dalam memenuh kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial.

Buku MENGUNGKAP KEARIFAN LINGKUNGAN SULAWESI SELATAN, membahas tentang tradisi pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat setempat, di mana sumber nilai dan sistem pengetahuannya diartikulasikan melalui media-media tradisional, seperti mitos, pesan-pesan leluhur, ritual, aturan-aturan lokal, dan lain-lain. Berdasarkan topik dan fokus perhatiannya, terdapat tiga katagori tulisan dalam buku ini, di antaranya (i) penggalian sumber nilai dalam masyarakat lokal, seperti mitos, pesan-pesa. leluhur, dan ritual yang menyimpan sistem pengetahuan pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan; (ii) peran lembaga adat serta norma-norma dan aturan lokal dalam menjaga keseimbangan ekologi dan mengontrol pengelolaan sumber daya alam; dan (iii) pemanfaatan sistem pengetahuan dan teknologi dalam mengeksploitasi sumber daya alam.

Berikut bentuk-bentuk kearifan lingkungan yang dapat disinergikan dengan sistem pengetahuan modern dalam rangka mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

  1. Kearifan Tradisional Komunitas Adat Karampuang dalam Memelihara Lingkungan, oleh: Muh Basir Said & Ummanah
  2. Upacara Tommanurung: Kearifan Lokal Masyarakat Massenrengpulu Kab. Enrekang Sulawesi Selatan, oleh: Tasrifin Tahara.
  3. Imperatif Sosial dalam Tradisi Pertanian Padi Sawah Orang Bugis di Belawa Wajo, oleh: M. Yamin Sani & Nurhaedar.
  4. Dare' Ampiri: Wanatani Khas Maros Sulawesi Selatan, oleh: Yuliati Marzuki.
  5. Kearifan Lokal pada Masyarakat Towani Tolotang di Amparita Kabupaten Sidrap, oleh: Safriadi & Supriadi Hamdat.
  6. Kelembagaan Tradisional dan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan pada Masyarakat Toraja, oleh: H. Hamka Naping.
  7. Pasang ri Kajang: Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Hutan Kawasan Adat Ammatoa di Kabupaten Bulukumba, oleh: Pawennari Hijjang & Basrah Gising.
  8. Palawang: Kearifan Tradisi Nelayan Nitue dalam Aktivitas Penangkapan Ikan di Perairan Danau Marioriawa Kab. Soppeng, oleh: M. Yamin Sani.
  9. Merajut Kembali Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan Desa Appatana Kabupaten Selayar, oleh: Muhammad Neil.
  10. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan Laut pada Masyarakat Nelayan Bugis di Desa Madello, Kecamatan Balusu Kabupaten Barru, oleh: H. Mahmud Tang.
  11. Kearifan Lokal Tradisional yang Tersisa dan Munculnya Praktik Baru yang Potensial pada Komunitas Nelayan Pulau Sembilan, oleh: Munsi Lampe. 
  12. Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Hasil Hutan di Pampli Kabupaten Luwu Utara, oleh: Putu Oka Ngakan.
Bentuk-bentuk kearifan lingkungan dapat disinergikan dengan sistem pengetahuan modern dalam rangka mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Buku ini merupakan salah satu Koleksi Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang-Makassar.



MENGUNGKAP KEARIFAN LINGKUNGAN SULAWESI SELATAN
Penanggung Jawab: Nur Rachmat
Penyunting: Andi M. Akhmar, Syarifuddin
Penerbit: Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sulawesi, Maluku dan Papua 
Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI
Tempat Terbit: Makassar
Tahun Terbit: 2007








May 19, 2022

REVOLUSI KETATANEGARAAN INDONESIA MENUDJU PERSAUDARAAN MANUSIA

Pemikiran Qahhar Mudzakkar tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, hanya soal yang sangat tidak diuntungkan oleh kondisi zaman saja, sehingga gagasan dan pandangannya tentang bentuk ketatanegaraan Indonesia, disalahpahami sebagai bagian dari pemberontakan terhadap ideologi negara, dan berupaya mengganti kekuatan yang sah.

Buku REVOLUSI KETATANEGARAAN INDONESIA MENUDJU PERSAUDARAAN MANUSIA mengemukakan pandangan tentang ketatanegaraan Indonesia, bahwa revolusi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, sesungguhnya bukanlah revolusi kebangsaan atau kenegaraan, tetapi esensial adalah revolusi individual, karena tidak digerakkan oleh siapa pun tetapi tercipta dari kehendak sendiri seluruh individu rakyat Indonesia, untuk membebaskan diri dari belenggu penjajah dan juga feodalisme kaum ningrat yang berkongsi dengan kaum kolonial.

Maka atas dasar itu Qahhar menegaskan bahwa setelah kemerdekaan tercapai, maka ketatanegaraan yang dipahamkan Sukarno berdasarkan ajaran dan semboyan-semboyan "onotjoroko" Madjapahit, segera digantikan dengan ketatanegaraan yang baru, yaitu ketatanegaraan yang sesuai dengan keadaan hidup rakyat dan bangsa Indonesia, sebagai "bangsa bersuku" dan "bangsa beragama" yang terdiri dari banyak golongan suku bangsa yang mempunyai kehidupan sejarah, peradaban, kepercayaan, kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda.

Konsepsi ketatanegaraan yang dimaksudkan Qahhar, bukanlah "Negara Kesatuan” sebagaimana dipraktekkan oleh Soekarno dan diteruskan di masa Orde Baru, karena bentuk seperti itu hanyalah penjelmaan atas paham yang ditanamkan Madjapahit untuk menguasai seluruh wilayah nusantara, dan diterjemahkan meluas secara feodalistik oleh kaum ningrat di Pulau Jawa untuk memperluas kekuasaan keraton. Jika bentuk ketatanegaraan semacam itu diberlakukan lagi untuk seluruh wilayah pulau-pulau dan seluruh golongan bangsa Indonesia, dan dipaksakan untuk diikuti, tidak lebih adalah bagian dari penjajahan baru sesama bangsa sendiri, karena konsepsi semacam itu tidak sesuai dengan keadaan rakyat Indonesia.

Buku ini secara ringkas membahas konsepsi ketatanegaraan yang harusnya diberlakukan dalam negara yang memiliki banyak suku dan kepercayaan agama yang berbeda-beda dalam arti bahasa, budaya, peradaban, sejarah dan kepercayaan, yaitu "Negara Kebangsaan Beragama", yaitu dalam bentuk konfederasi "Negara Kebangsaan Persatuan Indonesia Raja", sehingga dalam Undang-Undang Dasar yang digunakannya memberi jaminan kehidupan "Kebangsaan" dan "Agama" yang dianut oleh rakyat dalam lingkungan Golongan Bangsanya pada Negara Bagian masing-masing, dengan tidak ada kekhawatiran sedikit pun juga akan saling perkosa dan atau pencaplokan terhadap keyakinan agama dari satu golongan kepada golongan lain. Buku ini merupakan salah satu koleksi Layanan Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang Makassar.


REVOLUSI KETATANEGARAAN INDONESIA MENUDJU PERSAUDARAAN MANUSIA
Penulis: Abdul Qahhar Mudzakkar
Editor: Armin Mustamin Toputiri
Penerbit: toACCAe
Tempat Terbit: Makassar
Tahun Terbit: 2005
ISBN: 979-98972-1-1






May 17, 2022

MAYJEN TNI (Purn) H. ANDI MATTALATTA: Dari Atlet Serba Bisa Hingga Pejuang Sejati Sport Biography

Sang fenomenal Andi Mattalatta Arung maddara takku-Arung matase (anak bangsawan Bugis) telah mampu menembus tirani kolonialisme dengan berbagai julukan, The Allround Athlete, Circus Man, Si Cebong dari Makassar sebagai bentuk pengakuan bangsa Belanda terhadap sport ability and skill Mattalatta, profesi Undo Sensei-Sempai beladiri pada era Imperial Dai Nippon Teikoku yang kemudian hari mengantarkannya menjadi sosok intelektual dan patriot muda kaum Pergerakan Nasional serta tokoh pejuang/militer pada Perang Kemerdekaan yang menjadi titik picu akselerasi ambisinya mengangkat harkat dan martabat bangsanya di atas tempat yang layak. 

Prestasi beliaudirintis sejak tahun 1930-an dengan menjuarai beberapa cabang olahraga yang secara fisiologi/anatomi mustahil dapat dilakukan karena kontradiktif kerja muscular. Talenta yang luar biasa terimbas pula pada profesi sebagai swimming trainer, loncat indah, sepatu roda, gymnastic, boxing, karate, body building, serta ski air-yang terakhir ini Mattalatta dinobatkan sebagai “Bapak Ski Air Indonesia" atas jasa-jasanya mengembangkan cabang olahraga ini di Asia sehingga mendapat pengakuan dari Presiden World Water Ski Federation.

Panglima Besar Jenderal Soedirman memberikan mandat kepada Mayor (Pangkat Pertama) Andi Mattalatta merintis dan mendirikan TNI di Sulawesi Selatan, penunjukannya itu sebagai bentuk kompensasi atas jasa-jasanya membawa hasil konferensi perjuangan kemerdekaan 1 Desember 1945 ke Jogjakarta, pengabdiannya terhadap dunia olahraga serta dunia pendidikan selama ekspedisi pasukan Resimen Hasanuddin sejak tahun 1946 dari Pulau Jawa.

Keterampilan pada bidang olahraga bersinergis pada kemampuan tempurnya sehingga sederet operasi militer berakhir gemilang seperti; serangan ke Kaliurang, penumpasan pemberontakan Kapt. Andi Asis, penumpasan RMS, penumpasan Kelompok Pengacau Usman Balo, Penumpasan DI/TII Qahhar Mudzakkar, Kelompok Nurdin Piso serta Kolomdam. Prestasi operasi militer yang dipimpinnya dengan pendekatan Uitholling Systems (pencerahan atau penyadaran dengan pendekatan olahraga dan pendidikan) memberi corak tersendiri dalam meniti karier militernya.

Buku MAYJEN TNI (Purn) H. ANDI MATTALATTA: Dari Atlet Serba Bisa Hingga Pejuang Sejati Sport Biography menyajikan fakta kehidupan Andi Matalatta, yang namanya dikenal di dunia militer dan olah raga. Di dunia olahraga, nama Andi Mattalatta dikenal tidak hanya karena perannya sebagai atlet tangguh, tetapi juga sebagai pelatih handal dan pelopor sekaligus pembina olah raga. Buku ini merupakan salah satu koleksi Layanan Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang-Makassar.


MAYJEN TNI (Purn) H. ANDI MATTALATTA: 
Dari Atlet Serba Bisa Hingga Pejuang Sejati Sport Biography
Penulis: Mirdan Midding To'Supu
Penerbit: Bio Pustaka
Tahun Terbit: 2005
ISBN: 979-9763-3-6


May 13, 2022

MEMOAR BRIGJEN PURNAWIRAWAN ANDI ODDANG UNTUK MERAH PUTIH

Brigjen (Purn) Andi Odang salah seorang pejuang kemerdekaan yang kini menjadi warga Veteran Republik Indonesia. Pangkat Letnan Satu (Lettu) dalam kariernya mulai sejak menjadi Komandan Kompi 1 Batalyon Brigade XVI di tahun 1946-1951. Pangkat Kapten antara lain dalam karier menjadi Komandan Batalyon 717 Hasanuddin tahun 1953-1956 dan terakhir menjadi Ajudan Gubernur Militer (Tituler) Andi Pangerang Petta Rani, bertepatan mulai munculnya gejolak Permesta di Sulawesi. Pangkat Mayor dan Letnan Kolonel dalam karier militer mulai di Kodam XII Tanjungpura di Kalimantan Barat dimulai sebagai Asisten Operasi Kodam XII Tanjung Pura sampai menjadi Wakil Kepala Staf Kodam XII Tanjung Pura dan akhirnya menjadi Komandan Korem 121 Kodam XII Tanjung Pura (1967-1968). Pangkat ini masih disandang dalam mengikuti pendidikan Perwira Seskoad di Bandung (1968). 

Promosi pangkat kolonel diterima setelah mengikuti pendidikan dan kembali ke Kodam XIV Hasanuddin dengan penugasan pertama sebagai Komandan Resimen Induk (Rindam) sampai menjadi Kepala Staf Kodam XIV Hasanuddin (1975-1978). Setelah beralih tugas ke kekaryaan menjadi Gubernur Sul-Sel Brigadir Jendera.

Buku MEMOAR BRIGJEN PURNAWIRAWAN ANDI ODDANG "UNTUK MERAH PUTIH", Catatan seorang pejuang ekspedisi TRIPS (Tentara Republik Persiapan Sulawesi) membahas tentang peristiwa dan pengalaman  Andi Oddang diantaranya gerakan kemerdekaan di Pare-Pare, mengikuti konferensi Paccekke, bergerilya di Gunung Latimojong, pertempuran Kalumpang di Maiwa, Agresi Belanda Pertama (21 Juli 1947), menumpas PKI di Madiun, Agresi Militer Belanda Kedua, Peristiwa Andi Azis di Makassar, merebut Benteng Waitatiri, utusan khusus ke Kahar Muzakkar, disandera Suku Daya, Opreasi Paraku di Kalimantan Barat, calon Gubernur Kalimantan Barat, Menjadi Gubernur Sulawesi Selatan hingga menjadi Raja Tallo ke-19.

Buku ini menggambarkan sekelumit peristiwa dan pengalaman perjalanan hidup agar masyarakat bisa mengenal suasana masa lalu mulai dari masa lalu disebuah kota kecil seperti Pare-Pare, hingga peristiwa dan pengalaman dalam mempertahankan Kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Lebih khusus lagi mengenai perjuangan rakyat Sulawesi Selatan serta arti perjuangannya.


MEMOAR BRIGJEN PURNAWIRAWAN ANDI ODDANG "UNTUK MERAH PUTIH", Catatan seorang pejuang ekspedisi TRIPS (Tentara Republik Persiapan Sulawesi) 
Penulis: Brigjen (Purn) Andi Odang 
Penerbit: Media Group Fajar bekerjasama dengan Yayasan Makkarumpa Dg. Parani
Tempat Terbit: Makassar
Tahun Terbit: 2012