Showing posts with label Pajaga. Show all posts
Showing posts with label Pajaga. Show all posts

March 29, 2021

MADDEWATA, LALOSU, PAJAGA: Perempuan dan Bissu dalam Lingkaran Pertunjukan Etnis Bugis

 


Maddewata berasal dari bahasa Bugus, “ma” artinya melakukan, “Dewata” dari dua kata “de” (tidak ada/tidak tampak) “watang” (fisik/tubuh/bentuk), yang bermakna sesuatu yang tidak tampak fisiknya/bentuknya/tubuhnya, dengan kata lain adalah Tuhan. Maddewata merupakan aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat Bugis Kuno untuk memohon berkah, restu, keberhasilan dan keselamatan dari Yang Maha Kuasa/Dewata atas segala hajat yang dilakukan oleh manusia.

Maddewata (Sere Maddewata) kemudian lebih dikenal dalam masyarakat etnis Bugis, khususnya di wilayah Pammana sebagai Sere Bissu, karena keseluruhan rangkaian dari upacara Maddewata tersebut dipimpin dan diperankan oleh Bissu, yakni dimulai dari proses mattangnga esso (penentuan hari/persiapan hajatan) sampai dengan setelah berahirnya hajatan.

Bissu merupakan sebuah komunitas tradisional yang diyakini oleh masyarakat Bugis Wajo sebagai manusia suci, mempunyai kesaktian, tabib/dukun, penasehat dalam kerajaan sekaligus perantara dan penyampai kehendak antara makhluk di bumi (Alekawa/Butting lino) dengan makhluk di khayangan (Butting langi/buri’ langi’/dunia atas’) dan makhluk yang mendiami dasar laut (Butting ri Liu/Buri’ liu/dunia bawah) karena Bissu menguasai torilangi’, sekaligus penyambung lidah antara rakyat dengan Datu (Raja) yang memerintah dalam masyarakat Bugis Wajo.

Masyarakat Bugis Kuno meyakini, bahwa kehadiran Bissu di Bumi sebagai penyempurna dan penyeimbang dari kehadiran leluhur orang Bugis dibumi yakni Batara Guru (penghuni Buri langi’/kerajaan langit) yang kemudian mempersunting We Nyili Timo (penghuni dari Buri’ Liu/kerajaan dasar laut), sebagai penasehat dan pendidik putra-putri raja, sebagai pendeta kuno yang ditempati meminta nasehat tentang hari baik pelaksanaan hajatan, sebagai peramal baik-buruknya pertanian yang dilakukan oleh warga, menentukan hari baik membangun dan memidahkan rumah, dan segala seluk beluk aktifitas ritual keseharian masyarakat Bugis kuno.

Tugas dan tanggungjawab sebagai seorang Bissu sangatlah berat sebagimana syarat-syarat menjadi Bissupun melalui tahap yang sangat rumit, yakni harus suci dari hal-hal yang sifatnya duniawi, terutama harus menjaga syahwat baik terhadap perempuan maupun laki-laki dengan tidak melakukan hubungan intim layaknya suami-istri, harus berpola laku dan bertutur kata malebbi (mulia), tidak boleh cakkidi-kidi (genis dan menggoda), harus melempu/mabberekkada tongeng (jujur), memiliki sifat mappakatau (menghargai sesama manusia) nakututui alena (menjaga harkat dan martabat sebagai seorang Bissu), dan mampu memberi makan bagi orang banyak (bersedekah makanan baik kepada orang kesusahan maupun tidak sebagai tanda alabongeng ati/sifat dermawan), yang intinya Bissu senantiasa harus menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan, dengan manusia, alam dan makhluk lainnya.

Bissu yang kebanyakan berprofesi sebagai Indo Botting/inang pengantin (tukang make up pengantin sekaligus tukang masak dan tukang pasang tenda, pelaminan dan semua persiapan dan perlengkapan pengantin), hampir tiap saat terutama pada musim pengantin di desa Kampiri, Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo.

Buku MADDEWATA, LALOSU, PAJAGA: Perempuan dan Bissu dalam Lingkaran Pertunjukan Etnis Bugis membahas tentang Maddewata (Sere Bissu), Lalosu Makkunrai Wajo, Pajaga Makkunrai serta Perempuan dan Bissu dalam Lingkaran Seni Pertunjukan Etnis Bugis. Buku ini merupakan salah satu koleksi Layanan Deposit Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala’salapang, Makassar.


MADDEWATA, LALOSU, PAJAGA: Perempuan dan Bissu dalam Lingkaran Pertunjukan Etnis Bugis
Penulis: Nurwahidah
Penerbit: Pusaka Almaida
Tempat Terbit: Gowa
Tahun Terbit: 2018
ISBN: 978-602-5954-93-1